THE BILLIONARE START : LIQUIDITY PROVIDER

Written by Indri Dwi Sapitri, November 28, 2020

Pernah dengar istilah LP? Saya yakin masih banyak yang belum begitu mengerti apa itu LP atau liquidity Provider dipasar forex, indexis, dan komoditas. Penyedia likuiditas (liquidity provider) adalah pihak yang bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual di pasar forex, indexis, serta komoditas. Dalam peran tersebut, perusahaan penyedia likuiditas menyediakan kuotasi harga bid dan ask yang ditampilkan oleh broker forex, dan dapat dilihat dengan maupun tanpa mark-up oleh trader pada platform trading online. Atau dengan kata lain, perusahaan penyedia likuiditas merupakan "broker-nya broker".

Broker forex yang berstatus Market Maker (Broker Bandar) bertindak sebagai penyedia likuiditas bagi dirinya sendiri, atau berhubungan dengan perusahaan penyedia likuiditas yang masih satu grup dengannya. Sedangkan broker forex tipe STP/ECN biasanya berhubungan dengan dua atau lebih penyedia likuiditas yang masing-masing tak berafiliasi langsung dengannya. Dengan demikian, pengetahuan mengenai siapa penyedia likuiditas bagi broker forex yang digunakan trader termasuk salah satu info bermanfaat untuk memastikan cara kerja broker yang sesungguhnya.

Perusahaan-Perusahaan Liquidity Provider

Perusahaan-perusahaan penyedia likuiditas memiliki berbagaii macam model dan “cara bermain” yang berbeda di market. Oleh karena itu, penulis disini membaginya menjadi dua yaitu TIER 1 dan TIER 2. Dimana perusahaan yang penulis kategorikan kedalam tier 1 adalah perusahaan penyedia likuiditas yang besar serta perusahaan yang mengambil keuntungan dari selisih harga jual & beli (bid & ask) atau spread serta komisi yang dibayarkan client terhadap setiap transaksi yang dilakukan oleh clientnya. Langsung saja kita bahas 2 jenis tipe perusahaan penyedia likuiditas itu

TIER 1

Posisi puncak Liquidity Provider dalam struktur pasar forex dihuni oleh bank-bank investasi multinasional yang juga berperan sebagai penyedia likuiditas bagi broker forex. Bank-bank ini kerap disebut juga sebagai “Tier 1”. Broker forex yang terhubung dengan bank-bank investasi ini akan memperoleh feed harga bid dan ask yang sangat stabil bagi semua pasangan mata uang; kecuali pada situasi tertentu dan kejadian luar biasa seperti saat Black Thursday 15 Januari 2015. Perusahaan-perusahaan di Tier 1 ini mendapatkan keuntungan dari selisih harga bid/ask (spread) dan komisi yang dibayarkan oleh klien. Lazimnya, mereka tidak mengambil untung dari posisinya sebagai "counterparty" pada transaksi jual-beli yang dilakukan oleh klien. Klien yang dilayaninya termasuk perusahaan-perusahaan besar, hedge funds, HNWI (High Net-Worth Individuals), dan bank-bank yang berskala lebih kecil.

Deutsche Bank dikenal sebagai penyedia likuiditas terbesar, disusul oleh UBS, Barclays, Citi, dan Royal Bank of Scotland (RBS) pada lima besar. Selain itu, beberapa contoh perusahaan penyedia likuiditas Tier 1 terkemuka dan besar lainnya: Commerzbank AG, Saxo Bank, HSBC, Bank of America Merrill Lynch, BNP Paribas, Nomura, Royal Bank of Scotland, Morgan Stanley, Goldman Sachs, Societe Generale, Credit Suisse, Royal Bank of Canada (RBC), Natixis, ABN AMRO, Westpac, dan Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ.
 

TIER 2

Tentunya, banyak sekali pandangan serta perbedaan pendapat yang dikemukakan beberapa kalangan tentang penyedia likuiditas yang akan saya masukkan ke dalam penyedia likuiditas “TIER 2” ini. Sebagian pihak berpendapat kalau Tier 2 Liquidity Provider merupakan bank-bank yang berskala lebih kecil seperti ABN Amro. Mereka menyediakan layanan yang sama dengan Tier 1, tetapi likuiditasnya lebih rendah. Tetapi pada artikel ini, saya memasukkan beberapa bank ini dalam kelompok Tier 1 di atas dengan tujuan karena pembahasan pada bagian ini akan lebih menekankan pada pendapat lain mengenai Tier 2.

Sebagian praktisi lain berpendapat kalau semua bank tersebut tergolong Tier 1. Menurut mereka, Tier 2 Liquidity Provider mencakup perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai Price Aggregators (Agregator Harga). Perusahaan-perusahaan ini merupakan bank maupun lembaga keuangan non-bank yang beroperasi pada jaringan interbank dan berperan sebagai Prime Broker. Melalui sebuah Dealing Desk, mereka bisa menghubungkan harga dari Tier 1 kepada klien maupun bertindak langsung sebagai counterparty. Perbedaan terbesar antara Tier 1 dan Price Aggregator terletak pada sumber pendapatan mereka. Price Aggregator mendapatkan keuntungan dari spread dan dari peran mereka sebagai counterparty pada transaksi jual/beli yang dilakukan oleh trader. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan ini bisa jadi untung jika trader merugi (walaupun ada juga yang murni berperan sebagai penghubung saja).

Terlepas dari itu, Price Aggregator berjasa dalam meningkatkan likuiditas pasar forex, karena mereka mempermudah akses ke Tier 1 bagi broker bermodal terbatas dan membuat trading forex menjadi lebih terjangkau bagi trader ritel. Dalam perannya, mereka juga bisa menghubungkan bank-bank Tier 1 dengan trader, mengurangi besar volume perdagangan per transaksi serta memangkas biaya trading yang harus ditanggung trader ritel. Contoh perusahaan-perusahaan  yang berada di Tier 2 ini antara lain: LMAX Exchange, Sucden Financial, IG Group, Swissquote, Dukascopy Bank, B2Broker, Boston Prime, Lucid Markets, GSA Capital, Currenex, Integral, Hotspot FX, & ADS Securities.

RECOMMENDATION FROM EXPERT:

Jadi, sangat tidaklah salah jika Anda bersikap kritis terhadap broker Anda! Anda harus lebih aware terhadap broker Anda demi kelangsungan akun trading Anda!

Terus belajar dan jangan menyerah, dapatkan FREE Edukasi di Live Trading School MRG Premiere

Share artikel ini ke temanmu dan DAPATKAN FREE KONSULTASI ini langsung dengan Saya untuk memaksimalkan profit anda.

Ingin tahu seluk beluk lebih dalam market futures lebih detail? CALL atau Whatsapp ke +62 8788.42.50.484 dan cari INDRI

Butuh Konsultasi?

Hubungi Kami