Dr. Gema Goeyardi menyampaikan nasihat ke masayarakat dan pemerintah ( Image Source: Astronacci)
 

SURYA.co.id | SURABAYA - Tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial.

Hal itu dianggap mencerminkan keresahan generasi muda Indonesia terhadap situasi ekonomi, hukum, dan masa depan mereka di negeri ini.

“Fenomena 'kabur aja dulu' bukan sekadar tren, melainkan bukti nyata adanya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kondisi negara dan masyarakat saat ini," kata pakar keuangan dan pendiri Astronacci Group, Dr Gema Goeyardi, Rabu (26/2/2025).

Ia menegaskan hal ini harus segera dicarikan solusi antara pemerintah dan berdiskusi dengan stakeholder, termasuk rakyat.

"Mereka harus saling duduk bersama dan mencari solusi dan jangan saling bermusuhan, karena secara makro ekonomi bila hal itu dibiarkan bisa menjadi beban,” tambah Gema.

Untuk mencari solusi atas hal tersebut, Gema Goeyardi melihat ada beberapa hal, di antaranya adalah hak rakyat yang tidak terpenuhi.

"Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, keamanan, serta kesejahteraan ekonomi. Namun, kondisi saat ini memperlihatkan banyaknya permasalahan yang membuat rakyat, terutama anak muda, merasa tidak memiliki masa depan yang cerah di Indonesia ditambah dengan beberapa permasalahan di tanah air antara lain ketidakadilan hukum, meningkatnya kriminalitas, ketidakpastian hukum ditambah akses ekonomi yang sulit," ungkap Gema.

Kemudian juga lapangan kerja terbatas dan biaya hidup tinggi, yang membuat banyak anak muda lebih memilih mencari peluang di luar negeri.

Kondisi di atas juga masih ditambah dengan beberapa fakta ekonomi dan pendidikan yang tidak berpihak pada masa depan denerasi muda.

“Hal ini tentu memunculkan ketidakadilan hukum, faktor ekonomi dan pendidikan sehingga menjadi pendorong utama munculnya fenomena yang banyak muncul dan jadi pendorong,” papar Gema.

Sebagai seorang pebinis, pihaknya kerap melihat beberapa fenomena yang muncul antara lain gaji kecil tapi biaya hidup tinggi.

Banyak anak muda yang sulit mendapatkan pekerjaan dengan upah layak, sementara harga kebutuhan pokok terus melonjak.

"Lapangan kerja terbatas, membuat MKM kesulitan berkembang akibat pajak tinggi dan regulasi yang tidak mendukung," terang Gema.

Sistem pendidikan yang tidak relevan juga termasuk.

Pendidikan di Indonesia masih berfokus pada hafalan, bukan keterampilan.

Lulusan universitas pun banyak yang tidak siap masuk ke dunia kerja.

“Saya sebagai pelaku bisnis sering melihat minimnya kesiapan tenaga kerja.  Contohnya dari 60.000 pelamar kerja yang masuk ke Astronacci Group setiap bulannya, hanya kurang dari 2 persen yang memenuhi standar mulai dari bahasa, etos kerja, pengalaman dan lainnya. Ini tentu harus dilihat dari awal jenjang pendidikan yang menjadi jembatan memasuki dunia kerja,” beber Gema.

Tidak melulu memberikan masukan kepada pemerintah, Gema juga memberikan kritik tajam kepada Gen Z yang cenderung ingin hasil instan tanpa mau berproses untuk meraih kesuksesan.

Adanya perasaan kurang semangat belajar dan bekerja keras dalam meraih cita-cita.

Kondisi ini diperparah dengan cepat menyerah saat menghadapi tekanan di tempat kerja.

Belum lagi pola kerja tidak konsisten, sering berpindah pekerjaan demi gengsi.

“Yang saya dan banyak pebisnis heran, mereka (pencari kerja khususnya dari Gen Z) berekspektasi tinggi terhadap gaji tapi minim ketrampilan. Ada juga yang minta work-life balance tapi tidak mau meningkatkan kemampuan. Kalau tidak punya keterampilan, mau kabur ke mana saja tetap gagal,” lanjut Gema.

Selain dari sisi pencari kerja, sebagai pelaku ekonomi juga menyoroti bahwa pemerintah juga memiliki andil besar dalam permasalahan ini.

Hal yang disorot adalah adanya  beberapa kegagalan sistemik yang membuat Indonesia semakin tertinggal dari negara lain.

KKN yang masih merajalela, regulasi bisnis yang menghabat inovasi dan investasi sampai kesenjangan ekonomi yang semakin lebar menjadi faktor serius.

Tak heran, bila Indonesia dalam beberapa faktor kalah dengan negara macam Vietnam dari segi investasi maupun GDP.

Sebagai seorang profesional yang memiliki pengalaman dalam dunia bisnis dan keuangan internasional dalam dan luar negeri selama lebih dari 20 tahun, Gema mengajukan beberapa solusi konkret yang dapat diterapkan pemerintah dan masyarakat agar Indonesia menjadi lebih baik.

Dimulai dari revolusi sistem pendidikan untuk menciptakan generasi yang siap kerja, pembersihan total terhadap korupsi di semua sektor tanpa kompromi, mendukung industri kreatif dan teknologi sebagai motor penggerak ekonomi baru serta revisi regulasi bisnis yang menghambat pertumbuhan anak muda dan wirausaha.

Pendidikan di Indonesia masih berfokus pada hafalan, bukan keterampilan.

Lulusan universitas pun banyak yang tidak siap masuk ke dunia kerja.

“Saya sebagai pelaku bisnis sering melihat minimnya kesiapan tenaga kerja.  Contohnya dari 60.000 pelamar kerja yang masuk ke Astronacci Group setiap bulannya, hanya kurang dari 2 persen yang memenuhi standar mulai dari bahasa, etos kerja, pengalaman dan lainnya. Ini tentu harus dilihat dari awal jenjang pendidikan yang menjadi jembatan memasuki dunia kerja,” beber Gema.

Tidak melulu memberikan masukan kepada pemerintah, Gema juga memberikan kritik tajam kepada Gen Z yang cenderung ingin hasil instan tanpa mau berproses untuk meraih kesuksesan.

Adanya perasaan kurang semangat belajar dan bekerja keras dalam meraih cita-cita.

Kondisi ini diperparah dengan cepat menyerah saat menghadapi tekanan di tempat kerja.

Belum lagi pola kerja tidak konsisten, sering berpindah pekerjaan demi gengsi.

“Yang saya dan banyak pebisnis heran, mereka (pencari kerja khususnya dari Gen Z) berekspektasi tinggi terhadap gaji tapi minim ketrampilan. Ada juga yang minta work-life balance tapi tidak mau meningkatkan kemampuan. Kalau tidak punya keterampilan, mau kabur ke mana saja tetap gagal,” lanjut Gema.

Selain dari sisi pencari kerja, sebagai pelaku ekonomi juga menyoroti bahwa pemerintah juga memiliki andil besar dalam permasalahan ini.

Hal yang disorot adalah adanya  beberapa kegagalan sistemik yang membuat Indonesia semakin tertinggal dari negara lain.

KKN yang masih merajalela, regulasi bisnis yang menghabat inovasi dan investasi sampai kesenjangan ekonomi yang semakin lebar menjadi faktor serius.

Tak heran, bila Indonesia dalam beberapa faktor kalah dengan negara macam Vietnam dari segi investasi maupun GDP.

Sebagai seorang profesional yang memiliki pengalaman dalam dunia bisnis dan keuangan internasional dalam dan luar negeri selama lebih dari 20 tahun, Gema mengajukan beberapa solusi konkret yang dapat diterapkan pemerintah dan masyarakat agar Indonesia menjadi lebih baik.

Dimulai dari revolusi sistem pendidikan untuk menciptakan generasi yang siap kerja, pembersihan total terhadap korupsi di semua sektor tanpa kompromi, mendukung industri kreatif dan teknologi sebagai motor penggerak ekonomi baru serta revisi regulasi bisnis yang menghambat pertumbuhan anak muda dan wirausaha.




 

Butuh Konsultasi?

Hubungi Kami